Mastutik
Sarbini
An angel without wings, but in real life i’ve seen with my
eyes sometimes angel not always with wings. She do something for me i never
thought before, i met a women teach and gived me lessons of life, do something
helpful without scared that im a stranger.
Kami dipertemukan takdir, namun umi hanya membalas
dengan rendah hati berkata “I happened to be there at the right moment when you
were in need... the pelasure was all mine dear Virginia sara”. Namun dengan
jelas dan pasti banyak orang yang hadir saat melihat wajah cemasku mencari dan
menerka dimana Handphone itu aku tinggalkan, sembari hati berbisik semoga
ketemu.Umi adalah satu orang yang sangat peduli padaku.
Just can’t get enough aku meyakinkan diri keluar
dari kamar mandi wanita,dan menyadari bahwa handphone satu-satunya milikku yang
aku beli dengan mengumpulkan uang dari kerja paruh waktu yang panjang akhirnya
lenyap, itulah pikiran yang terlintas. Takdir memberi pelajaran dan berpihak baik
menyapaku sekali lagi, seorang wanita yang sekarang aku panggil dengan sebutan
umi ternyata sangat peduli padaku dan bersedia membantu, air mata akhirnya tak
bisa aku bendung lagi didepannya, kalimat yang terucap dari mulutku sangat
ringan “handphonenya boleh diambil, tapi jangan ambil selembar photo yang
selalu tersimpan dibalik handphone agar ditinggalkan, itu photo mama dan
satu-satunya yang saya ambil diam-diam”, saat itu pikiranku sempat buyar.
Life sometimes not easier to live, but bertemu
dengan umi mengajarkan aku lessons kehidupan , untuk menolong tak harus
mengenal sangat dekat terlebih dahulu, walaupun saat itu posisiku di bandara
singapura adalah orang asing bagi umi. Masa mudaku semangkin berharga itulah
yang aku rasakan setiap saat semenjak bertemu umi, membuka pikiranku secara
kerasan mensugesti diri sendiri bahwa aku harus sukses agar dapat melakukan
sesuatu setidaknya berguna untuk diri sendiri, menjalani hidup dengan pola
sehat dan lebih bermanfaat.
Umi adalah nama yang aku panggil setelah kami
saling mengenal cukup lama, berlalu beberapa bulan semenjak kejadian di bandara
singapura, dulu umi adalah orang asing begitu pula denganku, lekas takdir
mempertemukan dan kata-kata umi masih tersimpan jelas dalam ingatan katika aku
berkata bahwa dia boleh pergi,detik itu aku sudah menyerah mencari dimana
handphoneku, namun dengan lekas umi menyambut sahutanku seolah menyakinkan kita
tak boleh menyerah, kemungkinan handphone itu masih di sekitar bandara.
Umi dengan yakin dan tanpa lelah bertanya kesetiap
petugas bandara mondar mandir, mengunjungi setiap costumer service dibandara,tepatnya
saat itu posisi kami di Termilnal 2. Bagiku pendirian umi sangat mengagumkan
seandainya saat itu aku tak malu, ingin aku memeluk umi erat-seeratnya.
Akhirnya kerja keras umi sembari hatiku berdengung berdoa mengikuti setiap
langkah umi membantuku, handphone itu ketemu, aku sempat malu anak muda
sepertiku dihadapan umi yang mungkin telah menginjak usia 30an memilki semangat
luar biasa, sedangkan aku belum berusaha mencari semaksimal mungkin sudah
menyerah.
Setelah handphone ketemu umi tak lantas berlalu
pergi begitu saja, umi masih sempat menanyakan apa aku sudah makan? menyadari
tas yang aku kenakan tak layak dan tak aman, umi lekas menanyakan masih ada
waktu untuknya sebelum aku check in, tak hayal aku terkejut umi mencarikan aku
tas baru diberikan sebagai hadiah, air mata aku bendung agar tak terlihat
lemah,kemudian menyuruhku memilih tas manapun yang aku mau, dengan keadaan
bingung melihat harga tas yang bagiku harganya mahal itu,sempat tertegun lama
dan coba menolak tas yang akan diberikan, akhirnya umi memintaku “take what you
want, which one?”tentu saja aku bingung, sempat menolak pemberian umi beberpa
kali namun tak mampan bagi umi, dan terus memintaku menerima hadiah darinya.
Mimilih tas mungkin perkara mudah bagi sebagian
anak gadis seusiaku, namun bagiku melihat price tag pada tas, aku mulai
berpikir mungkin ini akan menjadi tas termahal pertamaku,tak hanya itu aku diberika
uang saku untuk makan, diberikan bekal minuman. Harga tas itu sangat mahal
bagiku tak pernah aku bayangkan betapa baiknya umi, akhirnya umi melepasku
dengan pelukan hangat dan pipi kami dibanjiri air mata, dalam pelukan aku
doakan yang terbaik bagi umi, perpisahan kami dibandara seperti yang dikatakan
umi padaku “kita dipertemukan takdir”setiap aku berkesempatan ke bandara
singapura lagi, kamar mandi tempat pertama bertemu umi adalah hal pertama yang
aku tujui untuk melepas rindu.
Tak lupa aku bersyukur pada mama dari Indonesia
yang dalam setiap perjalananku, setiap langkah kecilku doanya tak pernah
sedikitpun absen melindungi aku, hingga berkat doanya saat itu aku bertemu umi,
sang malaikat penolong yang dikirim tuhan dangan takdir mengatur segalanya
menjadi kisah luar biasa. Mereka berdua adalah bahagia dan ketakutan terbesarku
jika suatu saat aku tak dapat membanggakan mereka.
Mama dan umi mereka orang yang membuat aku tak
pernah mencintai sendirian,tidak meninggalkan aku sendirian dalam keadaan sesusah
apapun itu, mejadi guru, motivator, tak akan terlupa.